Pohon Makam di Kambira Baby Grave

Leave a Comment

Kematian tidak bisa dihindari bagi semua mahluk hidup. Bagi ras manusia, kematian bisa menjadi cerita yang unik. Banyaknya suku, adat dan budaya menjadikan makna kematian bisa berbeda-beda bagi setiap manusia. Pun demikian dengan tempat yang digunakan untuk menguburkan jenasah orang yang telah meninggal.


Tana Toraja menjadi salah satu daerah di Indonesia yang memiliki tradisi dan tempat pemakaman yang unik. Kalau yang ada di pikiranmu hanya goa maka tidak 100 persen benar. Di Tana Toraja memang seperti tiada habisnya jika berbicara soal kematian. Salah satunya seperti kisah Romeo dan Juliet dari Londa yang tengkorak keduanya bisa kita lihat disandingkan di dalam goa.

Lalu dimana masyarakat Tana Toraja menguburkan jenasah selain di goa? Di desa Kambira, masyarakat menggunakan batang pohon yang masih tumbuh sebagai makam. Namun jenasah yang disemayamkan disini hanya mereka bayi-bayi yang meninggal sebelum giginya tumbuh. Batang pohon Tarra yang berukuran besar tersebut dilubangi dengan ukuran 50x50 cm. Kemudian jenasah bayi tersebut dikuburkan dengan posisi berdiri. Bagi masyarakat desa Kambira, pohon digunakan sebagai makam dikarenakan harapan dari orang tua sang bayi agar anaknya yang telah meninggal tetap dapat tumbuh besar.

Lalu digunakannya pohon Tarra sebagai makam disebabkan getah dari pohon ini yang berwarna putih sehingga terlihat mirip air susu ibu. Itulah mengapa jenasah bayi yang disemayamkan diposisikan berdiri. Sehingga kelak bayi tersebut tetap dapat tumbuh dan jika haus bisa minum getah pohon Tarra yang diibaratkan ASI tersebut.

Sebagai penutup makam mereka menggunakan pintu yang dibuat dari ijuk. Setidaknya ada kurang lebih 20 makam bayi yang ada di komplek makam desa Kambira ini. Beberapa makam yang telah lama dibuat kini tampak sudah tertutup kembali oleh batang kayu yang tumbuh rapat. Namun masih ada beberapa sisanya yang masih tertutupi oleh pintu yang dibuat dari ijuk tersebut.

Sebuah mainan kecil yang terbuat dari kayu juga terlihat ditempatkan di bawah masing-masing pohon Tarra. Konon kabarnya seorang masyarakat di desa Kambira ini pernah mendengar suara tangisan bayi di malam hari. Dan keesokannya Ia berinisiatif untuk membuatkan sebuah mainan dengan maksud agar bayi-bayi tersebut tidak menangis lagi. Jujur agak sedikit berdiri bulu kuduk pas dengar cerita bayi yang menangis di malam hari itu. Apalagi suasana komplek makam desa Kambira yang teduh karena tertutup oleh rapatnya pepohonan besar. Lalu sunyi dan terlihat tenang meski sesekali dibuyarkan oleh suara gesekan batang pohon bambu yang ditiup angin.

Namun demikian tak seperti goa yang saat ini masih terus digunakan oleh masyarakat Tana Toraja sebagai tempat pemakaman. Tradisi memakamkan bayi di batang pohon tersebut sudah lama ditinggalkan oleh masyarakat desa Kambira atau sejak mereka tidak lagi memeluk kepercayaan Aluk Todolo. Meski jejak makam yang ada saat ini masih terawat dengan baik. Bahkan si pohonnya pun masih tetap berdiri dengan tegak dengan daunnya yang rimbun.
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar