Tapi bukan ini yang akan kita bahas disini. Dan juga bukan tentang tulisan-tulisan Beliau semasa hidup yang banyak menginspirasi perempuan-perempuan Indonesia untuk berkarya. Seperti yang terlihat di Museum Kamar Pengabdian R. A. Kartini, tulisan-tulisan Beliau tersebut banyak tertuang di dalam surat-surat yang Ia tulis kepada sahabat pena-nya yaitu Jacques Henrij Abendanon yang kala itu menetap di Belanda.
Tak banyak orang tahu sepertinya bagaimana akhir dari kisah hidup R. A. Kartini. Padahal wafatnya pejuang emansipasi ini juga mengandung pesan yang kuat untuk pemerintah dan juga profesional di bidang kesehatan mengenai kesehatan terhadap ibu hamil dan pasca melahirkan. R. A. Kartini memang wafat 4 hari setelah melahirkan anak satu-satunya yang bernama Soesalit yang merupakan hasil pernikahan dengan Bupati Rembang Djojo Adhiningrat. Walau tidak ada dokumen resmi yang menjelaskan penyebab R. A. Kartini wafat namun penyakit Preeklamsia atau tekanan darah yang tidak normal yang menjadi dugaannya.
Meski wafatnya R. A. Kartini di usia 25 tahun sangat disesali dan tidak kita inginkan tetapi jika dipahami lebih dalam bahkan sampai akhir hayat Beliau pun juga tak kurang untuk memperjuangkan hak-hak bagi para perempuan Indonesia. Dalam hal ini tentunya hak atas kesehatan. Terutama untuk mereka yang sedang hamil dan pasca melahirkan. Karena sejak R. A. Kartini wafat yaitu pada tanggal 17 September 1904 hingga saat ini menurut laporan berbagai lembaga kesehatan dunia, tingkat kematian ibu melahirkan di Indonesia masih salah satu yang tertinggi di dunia.
Saat ini jasad R. A. Kartini disemayamkan dengan tenang di tempat pemakaman keluarga Djojo Adhiningrat yang berada di Jalan Raya Rembang - Blora. Lokasinya terletak 17,5 km dari rumah tinggal semasa Beliau menikah dengan bupati Rembang Djojo Adhiningrat yang kini dialihfungsikan menjadi Museum Kamar Pengabdian R. A. Kartini.
Dalam komplek pemakaman yang sama juga terdapat makam RM Singgih atau Soesalit (anak Kartini dari Djojo Adhiningrat) dan juga kerabat keluarga Djojoadhiningrat lainnya. Sementara istri ketiga dari Djojo Adhiningrat sendiri tidak dimakamkan di tempat ini melainkan di Imogiri karena Beliau masih keturunan Keraton.
Mengunjungi makam R. A. Kartini ada satu aturan yang tidak boleh dilanggar yaitu tidak diperkenankan berfoto sambil berdiri. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap pejuang persamaan hak-hak perempuan tersebut.Di komplek makam yang sejuk rindang oleh pepohonan tersebut disediakan buku-buku Yasin bagi pengunjung yang ingin mendoakan arwahnya. Puncak keramaian pengunjung biasanya terjadi pada bulan April bertepatan dengan saat-saat Beliau dilahirkan.
Menurut penjaga makam R. A. Kartini banyak pengunjung yang berziarah juga sembari mencari berkah atas berbagai keinginannya agar dikabulkan. Tetapi kita semua kiranya tidak lupa dengan inti perjuangan R. A. Kartini sendiri bahwa selain dengan doa,berkah pun didapat dari perjuangan dan karya nyata. Karena jika R. A. Kartini hanya menunggu berkah pada saat itu tentunya kaum wanita tak akan pernah bisa berdiri sejajar dengan kaum pria.
0 komentar:
Posting Komentar