Pantai Pulau Merah Yang Kini Berwarna Coklat

Leave a Comment
Di tengah gegap gempita kampanye Kementerian Pariwisata untuk mencapai target kunjungan 20 juta wisatawan ke Indonesia masih terdapat beberapa persoalan yang mengganjal. Infrastruktur dan kesiapan masyarakat setempat adalah persoalan klasik. Tetapi diluar kedua hal tersebut, kondisi beberapa destinasi wisata yang ada pun patut dipertanyakan.

Salah satunya adalah Pantai pulau merah yang berada di “surga baru di ujung timur pulau Jawa”, yaitu Banyuwangi. Kabupaten yang berhadap-hadapan langsung dengan pulau Bali ini menjadi primadona baru bermodalkan kekayaan alamnya yang terdiri dari hutan, laut dan gunung.

Di kalangan pecinta olahraga surfing, nama Banyuwangi telah dikenal terlebih dahulu berkat ombak pantai Plengkung atau orang bule menyebutnya dengan G-land yang konon levelnya hanya berjarak satu tingkat dibawah pantai-pantai di Hawaii. Selain pantai Plengkung, Banyuwangi juga masih memiliki pantai Pulau merah yang meskipun tak sama kedahsyatan ombaknya tetapi memiliki pemandangan alam yang memukau.
Bentangan pasir yang luas, pantai yang biru jernih dan dengan latar belakang perbukitan menjadi daya tarik utama pantai Pulau merah. Lokasinya memang cukup jauh dari pusat kota Banyuwangi, yaitu 60 km yang dapat ditempuh selama kurang lebih 2 jam perjalanan. Meski jauh tetapi akses menuju pantai Pulau merah dapat ditempuh dengan mudah berkat fasilitas jalan yang mulus dan petunjuk arah yang jelas.

Nama pantai Pulau merah berasal dari sebuah bukit yang berada tak jauh dari bibir pantai. Warna tanahnya yang merah menyebabkan pantai ini dinamakan pantai Pulau merah. Ketika air laut surut, pengunjung dapat berjalan kaki menuju pulau tersebut. Tetapi jika pengunjung datang saat air laut pasang maka tak perlu juga kecewa. Karena masih ada banyak kegiatan yang bisa dilakukan di pantai Pulau merah.
Buat yang hobi surfing ataupun yang sekedar coba-coba, ombak pantai Pulau merah layak ditaklukan. Pengunjung juga tak perlu repot-repot membawa papan surfing karena di pantai Pulau merah ada persewaannya. Sementara buat yang mau santai-santai menikmati semilir angin bisa menyewa payung tenda untuk tidur-tiduran sambil meneguk segarnya air kelapa.
Tetapi pada pertengahan tahun 2016 kegiatan wisata di pantai Pulau merah mulai terganggu dengan adanya banjir lumpur. Yang menyedihkan adalah musibah banjir lumpur tersebut disebabkan oleh keserakahan manusia yaitu kegiatan penambangan emas yang dilakukan di gunung Tumpangpitu yang berada tak jauh dari pantai Pulau merah.

Jumlah pengunjung yang datang pun turun drastis karena mereka juga pasti kecewa. Atau mungkin buat yang sudah tahu dengan penyebab banjir lumpur di pantai Pulau merah asalnya dari kegiatan penambangan akan segera mengurungkan niatnya karena khawatir dengan kandungan polutan kimia yang mungkin bercampur. Sementara mata pencaharian nelayan setempat juga terganggu. Kini mereka harus berlayar lebih jauh untuk mencari ikan.
Kekhawatiran pengunjung sudah coba diredam oleh instansi-instansi terkait di Banyuwangi dengan cara melakukan kegiatan bersih-bersih dan mengecek kandungan polutan dalam banjir lumpur di pantai Pulau merah. Hasilnya memang tidak ditemukan zat berbahaya.

Tapi dengan tidak adanya kandungan polutan berbahaya pun, calon pengunjung pun sudah pasti enggan datang ke pantai Pulau merah. Coba saja bandingkan foto-foto dari hasil liburanku tahun 2015 lalu dengan foto-foto pantai Pulau merah tahun 2016 ini yang bisa dibrowsing di Google sekarang. Sangat diragukan kalau ada yang masih mau datang dengan kondisi saat ini.

Banyuwangi menjadi contoh sukses dari sebuah kabupaten yang berhasil dikenal secara Go digital. Tetapi sifat dari industri digital yang viral juga menjadi senjata mematikan bilamana kondisi dalam dunia nyata tak seindah yang terlihat dalam dunia maya. Tentu saja kita sekarang sedang membicarakan pantai Pulau merah yang masuk dalam destinasi wisata di iklan Wonderful Indonesia buatan Kementerian Pariwisata yang sedang gencar ditayangkan di berbagai media.

Kekecewaan wisatawan akan satu destinasi wisata yang sedang gencar dipromosikan tentunya akan menimbulkan pertanyaan besar bagi destinasi wisata lainnya. Apalagi ini menyangkut wisata alam dan pertambangan, dua hal yang sangat berseberangan. Sehingga keseriusan pemerintah terhadap target 20 juta kunjungan wisatawan pun patut dipertanyakan. Dan isu yang lebih besar, keseriusan terhadap kelestarian lingkungan juga ternyata meragukan.
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar