Inovasi, Benteng Pertahanan Sentra Kerajinan Kulit Desa Manding

Leave a Comment
Beberapa kali menghadapi tantangan usaha mulai dari serbuan produk berbahan plastik dari Jepang hingga bencana alam gempa tapi tak menyurutkan semangat wirausaha masyarakat desa Manding kabupaten Bantul. Berbagai kulit hewan coba dikembangkan sebagai bahan baku produksi oleh masyarakat desa Manding yang terkenal sebagai sentra kerajinan kulit.

Awal mula desa Manding bisa dikenal sebagai sentra kerajinan kulit di Yogyakarta berawal dari 3 (tiga) orang penduduk desa Manding yaitu Prapto Sudarmo, Ratno Suharjo dan Wardi Utomo yang bekerja di tempat pembuatan jok dan pelana kuda untuk Keraton Yogyakarta pada tahun 1947. Sebelum akhirnya keluar untuk merintis usaha sendiri, mereka bertiga mengabdi di tempat tersebut selama 10 tahun.

Selepas keluar dari tempat kerjanya, produk pertama yang mereka buat awalnya adalah ikat pinggang Warok berukuran besar. Namun tak lama kemudian mereka mencoba membuat produk-produk lain yang berbahan dasar kulit sapi seperti tas. Produk-produk yang mereka ciptakan awalnya dipasarkan di sekitar Candi Prambanan dan Candi Borobudur yang ramai didatangi turis asing. Maka tak heran nama desa Manding lebih dikenal diluar negeri terlebih dahulu dibandingkan di dalam negeri.

Tetapi tak lama ketika produknya mulai dikenal, produk-produk impor dari Jepang yang berbahan dasar plastik mulai membanjiri pasar dalam negeri. Akibatnya produk kerajinan berbahan dasar kulit yang mereka buat pun terpukul. Hingga akhirnya pada tahun 1962, produk-produk kerajinan kulit desa Manding mulai dikenal kembali karena terbukti kualitasnya sangat bagus.
Pada tahun 1970an, antusiasme masyarakat desa Manding dalam mengolah kulit sapi untuk dibuat berbagai produk kerajinan tangan seperti tas, sepatu, ikat pinggang dan lain sebagainya semakin besar. Hal ini didasari bantuan dari Dinas Perindustrian pada tahun 1976 yang berupa pelatihan pengolahan kulit. Kemudian pada tahun tersebut juga didirikan Koperasi untuk para pengrajin dan juga Unit Pelayanan Teknik (UPT) yang didalamnya termasuk mesin-mesin produksi yang modern di jamannya.

Namun kemudian sentra kerajinan kulit desa Manding kembali diguncang cobaan. Kali ini berupa bencana gempang yang terjadi di Yogyakarta pada tahun 2006. Tak sedikit rumah warga yang terdampak sehingga mengakibatkan industri rumahan tersebut kembali terpukul.
Tetapi tak lama berselang, tepatnya di akhir tahun 2006 datang kembali bantuan dari salah satu lembaga pemerintahan yang bergerak di bidang keuangan. Para pengrajin bukan hanya dibantu dalam meningkatkan keterampilan produksi saja. Tetapi juga dibantu dalam manajemen keuangan yang lebih profesional. Mereka juga dibekali dengan pelajaran bahasa asing untuk lebih mempermudah komunikasi dengan para pelanggan dari luar negeri.

Setelah 10 tahun berselang, produksi di sentra kerajinan kulit desa Manding telah kembali berjalan normal. Tetapi seiring perkembangan jaman dimana banyak produk asing yang masuk. Maka mau tak mau para pengrajin juga harus memutar otak untuk bertahan menghadapi persaingan. Saat ini, para pengrajin kulit di desa Manding tidak hanya mengandalkan bahan dasar kulit sapi saja.
Mereka berinovasi dengan menggunakan bahan kulit dari hewan lain yang sebelumnya tidak pernah dibayangkan seperti kulit biawak, ular, kambing, ikan kakap, kerapu, patin, lele dan lain sebagainya. Bahkan bukan cuma kulit hewan saja yang diolah tetapi produk berbahan dasar enceng gondok dan pelepah pisang pun turut dicoba.

Produk-produk hasil kerajinan tangan desa Manding rata-rata dijual dengan harga mulai puluhan ribu hingga jutaan. Tergantung dari jenis, desain dan bahan kulit yang digunakan. Selain menjual produk jadi, para pengrajin di desa Manding juga siap untuk membuat produk yang sifatnya made to order.

Dari yang awalnya hanya 3 orang, kini sentra kerajinan kulit desa Manding telah memiliki 40an rumah produksi dengan jumlah pekerja yang berasal dari masyarakat setempat mencapai ratusan orang. Desa yang berjarak 15 km dari pusat kota Yogyakarta ke arah pantai Parangtritis ini patut dibanggakan sebagai salah satu desa mandiri dan layak menjadi contoh bagi desa-desa lain di seluruh pelosok Indonesia.
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar